Sabtu, 07 Januari 2012

SINGA PADANG PASIR


            Umar bin khottob dijuluki singa padang pasir. Kecepatan pedangnya bagaikan kilat yang membelah angkasa, sehingga sangat ditakuti oleh penduduk kota mekah. Rasullulah sampai pernah berdo’a, andaikata Allah berkenan, Umar bin khottob yang diharapkan untuk segera masuk islam diantara orang-orang yang memusuhinya.
            Semasa belum memeluk aga1”ma islam Umar merupakan seorang yang kejam. Banyak darah yang dianggap musuh dihirupkan dan banyak nyawa melayang di ujung pedangnya. Bahkan karena begitu kejamnya anak perempuannya sendiri yang masih kecil dikubur hidup-hidup demi memelihara wibawanya sebagai pemuka suku Quraisy yang terpandang.
            Umar adalah seorang saudagar yang berhasil. Ia putra Nufail dari bani Adi, sebuah suku Arab yang sangat terpandang. Umar dikenal sangat gagah perkasa, garang dan kejam. Dan Ia sangat teguh dengan keyakinan yang dianutnya serta rela berkorban  apa saja , demi menjaga martabatnya selaku orang Quraisy dan sesuai dengan kepercayaan jahiliyah.
            Umat bin khattab masuk Islam pada tahun kelima Bi’tsah atau lima tahun setelah Rasullulah meyerukan dakwahnya, dan Ia memperoleh gelar Al faruq dari Nabi, artinya orang yang mampu memisahkan kebenaran dan kebathilan.
            Peristiwa Umar masuk islam sangat menarik, yang mencerminkan kepribadian Umar yang jujur dan berhati lembut, meskipun Ia memiliki sifat yang kasar dan fisiknya kelihatan keras. Ada yang berpendapat bahwa keislaman Umar karena mukjizat Al-qur’an.
            Kejadian yang mengharukan itu terjadi di mekah Almukaromah . kekejaman Umar bin khottob pada waktu itu berada pada puncaknya . kemana-mana Ia selalu menghunus pedangnya untuk embunuh Rasullulah. Seluruh warga kota sangat ketakutan melihat kebringasan wajah Umar.
            Suatu ketika Umar berjalan ditengah terk matahari yang menyengat. Ia memeroki Lila dan suaminya , Amir bin rabi’ah, yang hendak menaiki untanya untuk pergi kenegri habsyi.
            “Hei hendak kemana kalian?!” teriak Umar.
            “Engkau telah menganiaya kami dan seluruh kawan-kawan yang mengikuti seruan Muhammad dengan kejam. Sekarang kami mau mengungsi ke bumi Allah, ke tempat dimana kami dapat beribadah dengan tenang tanpa terganggu lagi.” Jawab Laila dengan pasrah.
            “Hm, mudah-mudahan Allahmu yang tak kelihatan itu menyertai kalian.” Sahut Umar denagn sebal. Kemudian Ia pergi sambil mulutnya menyumpah-nyumpah.
            Dipersimpangan jalan, Umar bertemu dengan Sa`ad bin abi waqash, salah seorang sahabat dekatnya.
            “Mau kemana kau anak khattab, Mengapa kau menghunus pedangmu?”
Sapa sa’ad bin abi waqash.
            “Aku hendak mencari Muhammad si budak celaka itu.akan kucincang tubuhnya dengan pedangku ini sampai lumat.si bodoh itu sungguh berani mendirikan agama baru,sehingga terputuslah hubungan persaudaraan kita. Orang-orang kita dianggapnya tolol, berhala-berhala kita dicaci maki, agama nenek moyang kita dicemoohnya, dan masih bertumpuk-tumpuk lagi kejahatannya. Akan kuhabisi nyawa si bedebah laknat itu!”
            “Ah, Umar! Kau ini lebih kecil dan lebih hina dari Muhammad “. Kata Sa’ad. Seperti tak melihat wajah umar yang merah padam menahan amarah. “Bagaimana kau akan membunuhnya? Kau kira semua keturunan Abdul muthalib akan diam berpangku tangan. Mereka pasti akan memburu dan membunuhmu.”
            Sejenak umar melongo, ia tak menyangka bahwa sahabatnya akan berkata seperti itu kepada dirinya. Dengan kasar kemudian ia membentak: “ Rupanya sekarang kau telah berani terhadapku, Saad!, ini pertanda kau juga telah berganti agama. Benar yang ku katakan.!?”
            Sa’ad abi waqash diam hanya mengangguk.
            “kurang ajar!” teriak Umar dengan gusar. “ jadi kau sudah mengikuti ajakan Muhammad itu? Hm, dengan demikian diantara kita halal saling menumpahkan darah, sa’ad. Akan kuhabisi nyawamu sekarang juga!!”
            “Hai Umar! Kepada orang lain dan sahabatmu kau berani bersikap kejam, tapi kepada adik iparmu kau diam saja! “kata sa’ad seraya mencabut pedangnya untuk menghadapi serangan Umar.
            “Apa yang kau katakan?!” teriak Umar melototkan matanya. “Apakah Fatimah dan suaminya juga menjadi pengikut Muhammad.?”
            “Apakah kau pura-pura tak tahu, atau memang tak tahu bahwa mereka telah lama menjadi pengikut Muhammad yang taat?”
            “Kurang ajar!” gemeletuk gigi Umar menahan geram. Tak disangka adik dan suaminya juga telah memeluk islam. “Akan kubunuh mereka berdua. Akan ku potong kepala mereka.!”
            Dengan cepat Umar meninggalkan sa’ad untuk menuju rumah adiknya dengan masih menghunus pedang. Didobraknya pintu rumah fatimah dengan keras, yang saat itu bersama suaminya, Said bin Zaid, tengah belajar Alqur’an dari Khabab bin Art, bekas budak Umar sendiri.
            Jiak tiba-tiba ada geledek, barangkali tidaklah sekaget fatimah dan suaminya, serta khabab saat itu. Mereka sangat ketakutan dengan kedatangan Umar yang saat itu nampak marah-marah.
            “ Kudengar kau dan suamimu telah bertukar agama.. kuharap berita itu tak benar ,fatimah!” tanya Umar dengan nada tinggi.
            Fatimah dan suaminya diam tak menjawab.
            Melihat hal itu umar semakin melonjak darahnya. Ia melompat kearah said bin zaid, dipukulnya suami adiknya itu hingga terjembab. Tak sampai disitu umar menendang perutnya berkali-kali seperti kesetanan.
            Fatimah yang selama ini sangat menghormati kakaknya, melihat hal itu spontan Ia menerjang kearah kakaknya, namun segera tangan umar menampar mukanya. Darah menetes dari sudut bibir fatimah, tapi segera tak dirasakannya ia membusungkan dadanya dan berkata:
            “ Hai seteru Allah. Bunuhlah kami.! Kami adalah pengikut Muhamad, kami tak gentar sedikitpun menghadapi kematian. Silahkan kau aniaya diri kami sepuasnya, tapi seujung rambutpun kami tidak akan berbalik langkah. Kami tetap mengikuti ajaran muhammad, yang menjadi Nabi Allah sampai akhir hayat kami.”
            Mendengar ucapan adik perempuannya yang sangat berani dan penuh keteguhan, hati umar tergentar, ia sangat heran melihat sikap adiknya yang sangat berani saat ini. Padahal biasanya , adik yang disayanginya itu begitu patuh dan selalu mendengar apa yang diucapkannya tanpa berani membantah. Tetapi hari ini telah berubah. Apalagi ketika dilihat bibir fatimah berlumuran darah, hatinya menjadi luluh, seakan menyesal apa yang telah diperbuatnya.
            Perlahan Umar menolong adik iparnya, Sa’id bin Za’id, untuk berdiri dan membantunya duduk di kursi.
            Saat umar sedang bimbang , tak tahu apa yang selanjutnya akan dilakuannya, ia melihat lembaran kulit kambing yang dipegang fatimah.
            “Fatimah, apa yang kau pegang itu. Coba kau bawa kemari aku ingin melihatnya sebentar,” kata umar.
            “Tidak boleh! Kau adalah seteru Allah, kau tak boleh melihatnya. Kau nanti pasti akan merobek-robeknya!” jawab fatimah dengan ketus.
            “Aku bersumpah tak akan merusaknya. Jika kau tak mau memperlihatkannya padaku, coba kau bacakan untukku.!”
            Perlahan-lahan fatimah membaca lembaran Alqur’an surat thaha ayat 1 sampai 8. Dengan penuh perhatian umar mendengarkan, hatinya begitu terpesona oleh keindahan bahasa dan keagungan isi ayat yang dikumandangkan adiknya. Ia benar-benar terbuai.
            Thaha Kami tidak turunkan Alqur’an ini kepadamu agar engkau menjadi berat, tetapi sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut. Diturunkan oleh Allah yang menciptakan bumi dan langit. Tuhan yang maha pemurah, yang bersemayam di atas arasy. Kepunyaan-Nya lah semua yang ada dilangit, semua yang ada di bumi, dan semua yang terdapat diantara keduanya, serta semua yang terpendam dibawah tanah. Jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan semua yang lebih tersembunyi. Dialah Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dia yang memiliki nama-nama sempurna.”
            Tergentar hati umar. Singa padang pasir itu lunglai sekujur tubuhnya, dan dia meneteskan air matanya. Mlutnya yang biasa mecaci dan mengumpat, saat itu dia bergumam dengan ucapan penuh kekaguman.
            “Oh betapa indah dan mulianya.”
            Dan kemudian sekonyong-konyong Dia berteriak dengan lantang : “Asyhadu alla illaaha illallah, wa asyhadu anna muhammada rasullullah.” Kemudian ia berpaling kearah fatimah. “ Dimana Muhammad sekarang.?AKu harus bertemu dengannya, Aku akan berikrar dihadapannya.”
            Melihat keadaan saat itu mrnjadi berbalik, khabab yang sejak tadi menggigil ketakutan, sekarang berani menjawab, “Beliau berada dirumah AlArqam, sedang berdakwah.”
            “Dimana rumah Al Arqam.?” Tanya umar
            “Dikampung shafa.”
            Umar bin khattab dengan segera keluar rumah adiknya masih dengan pedang terhunus. Kali ini bukan untuk membunuh Rasullullah, melainkan untukmelindungi keselamatannya.
            Sejak itu umar  memeluk agama islam. Hal itu membuat sahabat-sahabatnya yang dulu semasa masih kafir, menjadi sedikit segan untuk mengganggu Rasullullah.

5 komentar: