Jumat, 24 Februari 2012

Mendung yang Menaungi Rasulullah SAW


  Banyak hal yang memang sangat aneh baik selama dalam kandungan maupun saat kelahiran dan dalam kelangsungan hidupnya. Tanda- tanda itu tidak hanya disaksikan oleh keluarganya saja, melainkan disaksikan oleh orang lain.
  Bahkan, tanda-tanda keanehannya itu bisa disaksikan oleh bangsa yang hidup di negri lain. Salah satu bentuk mukjizat beliau adalah senantiasa dinaungi mendung kemanapun beliau pergi.
  Peristiwa ini manakal beliau dan maisarah pergi berdagang ke negeri Syam (Syiria) dengan membawa dagangan Siti Khadijah. Selama dalam perjalanan, mulai dari mekah menuju syam, beliau senantiasa dinaungi oleh mendung yang melindungi beliau dari sengatan matahari dan panasnya Hijaz. Sebelum keberangkatan beliau menuju Syam, Khadijah yang menjadi pemimpin Maisarah, telah berpesan kepadanya agar Muhammad nanti diberi pakaian yang sangat bagus ketika hendak pergi ke Syam dan supaya dinaikkan ke atas kendaraan yang paling bagus pula. Sebab, Khadijah yakin bahwa Muhammad ini adalah seorang calon nabi dan rasul yang akan menjadi pemimpin umat di alam ini. Khadijah punya kenyakinan yang demikian karena ia telah menyaksikan tanda-tanda yang demikian.
  Maisarah melaksanakan apa yang diperintahakan oleh majikannya. Dalam perjalanan menuju Syam, Rasulullah SAW. Tertidur di atas untanya sehingga beliau tidak merasa capek dan kelelahan, sedangkan mendung terus menaungi di atasnya. Mendung itu selalu diiringi angin semilir yang makin menambah pulasnya. Sejuknya tiupan angin padang pasir jarang sekali terjadi, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Akan tetapi, sejak rombongan saudagar Khadijah ini berangkat ke Mekah dengan diikuti Rasulullah, tiupan angin juga dirasakan oleh teman-teman maisarah. Mereka merasakan keanehan tiupan angin yang tidak seperti biasanya.
  Kemudian rombongan tiba di gereja seorang rahib yang terletak dipinggir jalan menuju Syam. Maisarah memberi komando untuk istirahat sebentar di tempat tersebut. Rasulullah lalu turun dari kendaraannya dan berteduh dibawah sebuah pohon dan diatasnya terlihat ada mendung yang menaunginya.
  Melihat kejadian itu si rahib langsung berkeyakinan bahwa orang tersebut adalah seorang nabi. Lalu ia mempersiapkan suguhan yang dihidangkan kepada rombngan yang dipimpin oleh maisarah itu. Hal ini ia lakukan untuk membuktikan tanda kenabian Muhammad SAW.
  Setelah semua persiapan penyambutan usai, si rahib mempersilahkan rombongan saudagar untuk masuk gerejanya guna menikmati hidangan. Ini merupakan salah satu kiatnya untuk mengetahui siapa sebenarnya yang mempunyai karamah kenabian itu. Sesudah itu semua rombongan masuk ke dalam gereja, tinggallah Rasulullah sendiri yang diluar gereja. Beliau duduk didekat kendaraan dan barang dagangan yang dibawanya.
  Si rahib keluar dari gereja dan melihat mendung tadi masih tetap berada diatas pohon tidak bergerak sma sekali. Lalu beliau bertanya kepala rombongan saudagar, “Apakah kalian meninggalkan seorang yang berada diluar dekat dengan barang bawaanmu?”
  Maka maisarah menjawab b,”benar. Yang aku tinggalkan diluar adalah seorang anak yatim. Ia tidak aku perkenankan masuk ke dalam gerja ini agar ada yang menjaga barang dagangan kami diluar. Dia itu adalah orang yang bekerja pada Khadijah dan pernah menggembala kambing.”
  Sesudah mendengar perkataan Maisarah tadi, si rahib semakin yakin bahwa Muhammad adalah seorang nabi . lalu, rahib itu mendatangi Rasulullah yang duduk dibawah pohon. Ketika rahib datang kepadanya, Rasulullah lansung berdiri untuk menyambut dan menyalaminya. Tanpa basa-basi, si rahib langsung mengajak Rasulullah untuk masuk ke gereja. Dipersilahkan Rasulullah menikmati hidangan yang dipersiapkannya.
  Sewaktu Nabi Muhammad berjalan menuju ke gereja, si Rahib memandang ke langit. Ia benar-benar melihat mendung yang berjalan diatas kepala Rasulullah mengiringi kemanapun Nabi Muhammad pergi.
  Setelah berada di dalam gereja, Rasulullah duduk di depan hidangan yang telah disiapkan rahib. Kemudian rahib keluar lagi. Ia ingin melihat mendung yang tadi, ternyata sudah berada di atas gerejanya. Akhirnya, ia yakin bahwa orang yang terakhir masuk gerja adalah seorang Nabi.

Rabu, 15 Februari 2012

Wanita Pertama Yang Masuk Surga


                Suatu ketika, Fatimah bertanya pada Rasullulah. Siapakah perempuan yang kelak  pertama kali masuk surga? Rasullullah menjawab : dia adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah. 
                Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkannya. Mengapa justru orang lain, padahal dia adalah putri Rasullullah sendiri? Maka timbullah keinginan Fatimah untuk mengetahui siapakah gerangan perempuan itu? Dan apakah yang telah diperbuatnya hingga dia mendapat kehormatan yang begitu tinggi?
                Setelah minta izin kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib, Fatimah berangkat mencari rumah kediaman Muti’ah. Putranya yang masih kecil bernama hasan diajak ikut serta.
                Ketika tiba dirumah Muti’ah, Fatimah mengetuk pintu seraya memberi salam, “Assalamu’alaikum.....!!”
                “Wa’alaikumsalam! Siapa diluar?” terdengar jawaban yang lemah lembut  dari dalam rumah, suaranya cerah dan merdu.
                “ Saya Fatimah putri Rasullullah, “ Sahut fatimah kembali.
                “Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini Fatimah, putri Rasullullah, sudi kiranya berkunjung ke gubug saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam. Suara itu terdengar ceria dan semakin mendekat ke pintu.
                “Sendirian, Fatimah.?” Tanya seorang perempuan sebaya dengan Fatimah, yaitu Muti’ah seraya membukakan pintu.
                “Aku ditemani Hasan,” jawab Fatimah.
                “Aduh, maaf ya,” Kata Muti’ah , suaranya terdengar menyesal. “ Saya belum mendapat izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”
                “Tapi Hasan kan masih kecil, jelas Fatimah.
                “Meskipun kecil, Hasan adalah seorang laki-laki. Besok saja Anda datang lagi ya?, saya akan minta izin dulu kepada suami saya ,” kata Muti’ah dengan menyesal.
                Sambil menggeleng-gelengkan kepala, Fatimah pamit dan kembali pulang.
Besoknya ,Fatimah datang lagi ke rumah Muti’ah, kali ini ia ditemani oleh Hasan dan Husain. Bertiga mereka mendatangi rumah Muti’ah. Setelah memberi salam dan dijawab gembira, masih dari dalam rumah Muti’ah bertanya.
                “Kau masih ditemani oleh Hasan, Fatimah? Suami saya sudah memberi izin.”
                “Ya , juga ditemani oleh Husain,” jawab Fatimah.
                “Ha? Kenapa kemarin tidak bilang? Yang dapat izin Cuma Hasan ,dan Husain  belum. Terpaksa saya tidak bisa menerimanya juga,”   Dengan perasaan menyesal , Muti’ah kali ini juga menolak .
Hari itu Fatimah gagal lagi bertemu dengan Muti’ah. Dan keesokan harinya Fatimah kembali lagi, mereka disambut baik oleh perempuan itu di rumahnya.
                Keadaan rumah Muti’ah sangat sederhana, tak ada satupun perabot mewah yang menghiasi rumah itu. Namun , semuanya teratur rapi. Tempat tidur yang terbuat dengan kasar juga terlihat bersih, alasnya yang putih dan baru dicuci. Bau dalam ruangan itu harum dan sangat segar, membuat orang betah tinggal dirumah.
                Fatimah sangat kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu, sehingga Hasan dan Husain yang biasanya tak begitu betah berada dirumah orang, kali ini nampak asyik bermain-main.
                “Maaf ya, saya tak bisa menemani Fatimah duduk dengan tenang, sebab saya harus menyiapkan makan buat suami saya,” kata Muti’ah sambil mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu.
Mendekati tengah hari, masakan itu sudah siap semuanya , kemudian ditaruh diatas nampan. Muti’ah juga mengambil cambuk, yang juga ditaruh diatas nampan.
                “Suamimu bekeja dimana?” tanya Fatimah.
                “Di Ladang” jawab Muti’ah.
                “Penggembala?” tanya Fatimah lagi.
                “Bukan. Bercocok tanam.”
                “Tapi, mengapa kau bawakan cambuk?”
                “Oh itu?” sahut Muti’ah dengan tersenyum. “ Cambuk itu kusediakan untuk keperluan lain. Maksudnya begini, kalau suami saya sedang makan, lalu kutanyakan apakah masakan saya cocok atau tidak? Kalau dia mengatakan cocok maka tidak jadi apa-apa. Tetapi kalau dia bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya, agar punggung saya dicambuknya, sebab berarti saya tidak bisa melayani suami dan menyenangkan hatinya.”
                “Apakah itu kehendak suamimu.?” Tanya Fatimah keheranan.
                “Oh, bukan! Suami saya adalah orang yang penuh kasih sayang. Ini semua adalah kehendakku sendiri, agar aku jangan sampai menjadi istri yang durhaka kepada suami.”
                Mendengarkan penjelasan itu , Fatimah menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian Ia meminta diri pamit pulang.
                “Pantas kalau Muti’ah kelak menjadi wanita pertama kali masuk surga,” kata Fatimah dalam hati, ditengah perjalanannya pulang.” Dia sangat berbakti kepada suami dengan tulus. Prilaku kesetiaan itu bukanlah lambang perbudakan wanita oleh kaum lelaki. Tapi merupakan cermin bagi citra ketulusan dan pengorbanan kaum wanita yang harus dihargai denga prilaku yang sama.                                          

Sabtu, 07 Januari 2012

SINGA PADANG PASIR


            Umar bin khottob dijuluki singa padang pasir. Kecepatan pedangnya bagaikan kilat yang membelah angkasa, sehingga sangat ditakuti oleh penduduk kota mekah. Rasullulah sampai pernah berdo’a, andaikata Allah berkenan, Umar bin khottob yang diharapkan untuk segera masuk islam diantara orang-orang yang memusuhinya.
            Semasa belum memeluk aga1”ma islam Umar merupakan seorang yang kejam. Banyak darah yang dianggap musuh dihirupkan dan banyak nyawa melayang di ujung pedangnya. Bahkan karena begitu kejamnya anak perempuannya sendiri yang masih kecil dikubur hidup-hidup demi memelihara wibawanya sebagai pemuka suku Quraisy yang terpandang.
            Umar adalah seorang saudagar yang berhasil. Ia putra Nufail dari bani Adi, sebuah suku Arab yang sangat terpandang. Umar dikenal sangat gagah perkasa, garang dan kejam. Dan Ia sangat teguh dengan keyakinan yang dianutnya serta rela berkorban  apa saja , demi menjaga martabatnya selaku orang Quraisy dan sesuai dengan kepercayaan jahiliyah.
            Umat bin khattab masuk Islam pada tahun kelima Bi’tsah atau lima tahun setelah Rasullulah meyerukan dakwahnya, dan Ia memperoleh gelar Al faruq dari Nabi, artinya orang yang mampu memisahkan kebenaran dan kebathilan.
            Peristiwa Umar masuk islam sangat menarik, yang mencerminkan kepribadian Umar yang jujur dan berhati lembut, meskipun Ia memiliki sifat yang kasar dan fisiknya kelihatan keras. Ada yang berpendapat bahwa keislaman Umar karena mukjizat Al-qur’an.
            Kejadian yang mengharukan itu terjadi di mekah Almukaromah . kekejaman Umar bin khottob pada waktu itu berada pada puncaknya . kemana-mana Ia selalu menghunus pedangnya untuk embunuh Rasullulah. Seluruh warga kota sangat ketakutan melihat kebringasan wajah Umar.
            Suatu ketika Umar berjalan ditengah terk matahari yang menyengat. Ia memeroki Lila dan suaminya , Amir bin rabi’ah, yang hendak menaiki untanya untuk pergi kenegri habsyi.
            “Hei hendak kemana kalian?!” teriak Umar.
            “Engkau telah menganiaya kami dan seluruh kawan-kawan yang mengikuti seruan Muhammad dengan kejam. Sekarang kami mau mengungsi ke bumi Allah, ke tempat dimana kami dapat beribadah dengan tenang tanpa terganggu lagi.” Jawab Laila dengan pasrah.
            “Hm, mudah-mudahan Allahmu yang tak kelihatan itu menyertai kalian.” Sahut Umar denagn sebal. Kemudian Ia pergi sambil mulutnya menyumpah-nyumpah.
            Dipersimpangan jalan, Umar bertemu dengan Sa`ad bin abi waqash, salah seorang sahabat dekatnya.
            “Mau kemana kau anak khattab, Mengapa kau menghunus pedangmu?”
Sapa sa’ad bin abi waqash.
            “Aku hendak mencari Muhammad si budak celaka itu.akan kucincang tubuhnya dengan pedangku ini sampai lumat.si bodoh itu sungguh berani mendirikan agama baru,sehingga terputuslah hubungan persaudaraan kita. Orang-orang kita dianggapnya tolol, berhala-berhala kita dicaci maki, agama nenek moyang kita dicemoohnya, dan masih bertumpuk-tumpuk lagi kejahatannya. Akan kuhabisi nyawa si bedebah laknat itu!”
            “Ah, Umar! Kau ini lebih kecil dan lebih hina dari Muhammad “. Kata Sa’ad. Seperti tak melihat wajah umar yang merah padam menahan amarah. “Bagaimana kau akan membunuhnya? Kau kira semua keturunan Abdul muthalib akan diam berpangku tangan. Mereka pasti akan memburu dan membunuhmu.”
            Sejenak umar melongo, ia tak menyangka bahwa sahabatnya akan berkata seperti itu kepada dirinya. Dengan kasar kemudian ia membentak: “ Rupanya sekarang kau telah berani terhadapku, Saad!, ini pertanda kau juga telah berganti agama. Benar yang ku katakan.!?”
            Sa’ad abi waqash diam hanya mengangguk.
            “kurang ajar!” teriak Umar dengan gusar. “ jadi kau sudah mengikuti ajakan Muhammad itu? Hm, dengan demikian diantara kita halal saling menumpahkan darah, sa’ad. Akan kuhabisi nyawamu sekarang juga!!”
            “Hai Umar! Kepada orang lain dan sahabatmu kau berani bersikap kejam, tapi kepada adik iparmu kau diam saja! “kata sa’ad seraya mencabut pedangnya untuk menghadapi serangan Umar.
            “Apa yang kau katakan?!” teriak Umar melototkan matanya. “Apakah Fatimah dan suaminya juga menjadi pengikut Muhammad.?”
            “Apakah kau pura-pura tak tahu, atau memang tak tahu bahwa mereka telah lama menjadi pengikut Muhammad yang taat?”
            “Kurang ajar!” gemeletuk gigi Umar menahan geram. Tak disangka adik dan suaminya juga telah memeluk islam. “Akan kubunuh mereka berdua. Akan ku potong kepala mereka.!”
            Dengan cepat Umar meninggalkan sa’ad untuk menuju rumah adiknya dengan masih menghunus pedang. Didobraknya pintu rumah fatimah dengan keras, yang saat itu bersama suaminya, Said bin Zaid, tengah belajar Alqur’an dari Khabab bin Art, bekas budak Umar sendiri.
            Jiak tiba-tiba ada geledek, barangkali tidaklah sekaget fatimah dan suaminya, serta khabab saat itu. Mereka sangat ketakutan dengan kedatangan Umar yang saat itu nampak marah-marah.
            “ Kudengar kau dan suamimu telah bertukar agama.. kuharap berita itu tak benar ,fatimah!” tanya Umar dengan nada tinggi.
            Fatimah dan suaminya diam tak menjawab.
            Melihat hal itu umar semakin melonjak darahnya. Ia melompat kearah said bin zaid, dipukulnya suami adiknya itu hingga terjembab. Tak sampai disitu umar menendang perutnya berkali-kali seperti kesetanan.
            Fatimah yang selama ini sangat menghormati kakaknya, melihat hal itu spontan Ia menerjang kearah kakaknya, namun segera tangan umar menampar mukanya. Darah menetes dari sudut bibir fatimah, tapi segera tak dirasakannya ia membusungkan dadanya dan berkata:
            “ Hai seteru Allah. Bunuhlah kami.! Kami adalah pengikut Muhamad, kami tak gentar sedikitpun menghadapi kematian. Silahkan kau aniaya diri kami sepuasnya, tapi seujung rambutpun kami tidak akan berbalik langkah. Kami tetap mengikuti ajaran muhammad, yang menjadi Nabi Allah sampai akhir hayat kami.”
            Mendengar ucapan adik perempuannya yang sangat berani dan penuh keteguhan, hati umar tergentar, ia sangat heran melihat sikap adiknya yang sangat berani saat ini. Padahal biasanya , adik yang disayanginya itu begitu patuh dan selalu mendengar apa yang diucapkannya tanpa berani membantah. Tetapi hari ini telah berubah. Apalagi ketika dilihat bibir fatimah berlumuran darah, hatinya menjadi luluh, seakan menyesal apa yang telah diperbuatnya.
            Perlahan Umar menolong adik iparnya, Sa’id bin Za’id, untuk berdiri dan membantunya duduk di kursi.
            Saat umar sedang bimbang , tak tahu apa yang selanjutnya akan dilakuannya, ia melihat lembaran kulit kambing yang dipegang fatimah.
            “Fatimah, apa yang kau pegang itu. Coba kau bawa kemari aku ingin melihatnya sebentar,” kata umar.
            “Tidak boleh! Kau adalah seteru Allah, kau tak boleh melihatnya. Kau nanti pasti akan merobek-robeknya!” jawab fatimah dengan ketus.
            “Aku bersumpah tak akan merusaknya. Jika kau tak mau memperlihatkannya padaku, coba kau bacakan untukku.!”
            Perlahan-lahan fatimah membaca lembaran Alqur’an surat thaha ayat 1 sampai 8. Dengan penuh perhatian umar mendengarkan, hatinya begitu terpesona oleh keindahan bahasa dan keagungan isi ayat yang dikumandangkan adiknya. Ia benar-benar terbuai.
            Thaha Kami tidak turunkan Alqur’an ini kepadamu agar engkau menjadi berat, tetapi sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut. Diturunkan oleh Allah yang menciptakan bumi dan langit. Tuhan yang maha pemurah, yang bersemayam di atas arasy. Kepunyaan-Nya lah semua yang ada dilangit, semua yang ada di bumi, dan semua yang terdapat diantara keduanya, serta semua yang terpendam dibawah tanah. Jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan semua yang lebih tersembunyi. Dialah Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dia yang memiliki nama-nama sempurna.”
            Tergentar hati umar. Singa padang pasir itu lunglai sekujur tubuhnya, dan dia meneteskan air matanya. Mlutnya yang biasa mecaci dan mengumpat, saat itu dia bergumam dengan ucapan penuh kekaguman.
            “Oh betapa indah dan mulianya.”
            Dan kemudian sekonyong-konyong Dia berteriak dengan lantang : “Asyhadu alla illaaha illallah, wa asyhadu anna muhammada rasullullah.” Kemudian ia berpaling kearah fatimah. “ Dimana Muhammad sekarang.?AKu harus bertemu dengannya, Aku akan berikrar dihadapannya.”
            Melihat keadaan saat itu mrnjadi berbalik, khabab yang sejak tadi menggigil ketakutan, sekarang berani menjawab, “Beliau berada dirumah AlArqam, sedang berdakwah.”
            “Dimana rumah Al Arqam.?” Tanya umar
            “Dikampung shafa.”
            Umar bin khattab dengan segera keluar rumah adiknya masih dengan pedang terhunus. Kali ini bukan untuk membunuh Rasullullah, melainkan untukmelindungi keselamatannya.
            Sejak itu umar  memeluk agama islam. Hal itu membuat sahabat-sahabatnya yang dulu semasa masih kafir, menjadi sedikit segan untuk mengganggu Rasullullah.